Dewi's

76 : 24
“The more I read, the more I acquire, the more certain I am that I know nothing.” 

― Voltaire

Penting untuk mengapresiasi dan menyemangati orang yang sudah punya kemauan untuk belajar. Kita tidak pernah tahu bagaimana sulitnya dia untuk mendapatkan semangat belajar. Karena hidup adalah belajar, kalau nggak belajar namanya bukan hidup.

Boleh kok belajar apapun, kajian agama, materi kuliah, skill hidup dan hal remeh-temeh lain yang orang mikir "ngapain belajar itu". Belajar juga bisa dalam bentuk apapun, mulai dari bentuk formal sampai nonformal seperti main game, baca novel atau nonton drama. Yang membedakan mungkin kebermanfaatan ilmu yang didapat, dan bagaimana kita mengolah ilmu yang kita dapat juga sih. It is okay, kok, kalau kita mau belajar dari main game, pun hal yang sama membolehkan kita untuk belajar dari novel. Intinya kita bisa belajar dari mana aja.

Kemampuan dan cara belajar tiap orang juga beda-beda. Dan kita nggak bisa memaksakan pandangan kita, "ngapain sih baca novel mulu? Malah bikin jadi drama queen." Iya betul bahwa dengan membaca sesuatu, tingkah-polah kita akan sedikit-banyak terpegaruh oleh tulisan sang author. Tapi kalau pengetahuan dan ilmu dari sana banyak banget why not? Novel juga kan nggak selalu berbau romance dan drama-drama, banyak novel yang berisi sejarah, budaya, politik dan hal lain yang bisa menambah wawasan. Siapa yang tahu bahwa roti croissant itu terbentuk untuk merayakan kekalahan pasukan muslim Turki yang menyerang Wina, Austria pada 1683? Atau adakah yang tahu bahwa amalek adalah sebutan untuk umat selain yahudi dalam ajaran mereka? Atau tahukah kalian bahwa dengan menyimpan semangkuk air dalam oven bisa membuat roti menjadi lebih empuk dan lembut? Itu semua diceritakan dalam novel dan drama.

Pun hal yang sama dengan main game, teman SMPku adalah gamer sejati. Favoritnya adalah Fatal Frame dan Final Fantasy. Keseringan main game nggak membuat dia jadi tertinggal di kelas kok, malah pengetahuannya luas untuk ukuran anak SMP. Hobi main gamenya ini bikin dia jago bahasa jepang dan inggris yang dipelajari secara otodidak. Dan karena game pula, dia berangkat ke Jepang. See? Belajar nggak harus dalam bentuk serius. Hal-hal santai juga bisa jadi sumber ilmu kalau kita bisa mengolahnya.

Itu pertama. Kedua, berhentilah untuk bilang, "cie sekarang kajian mulu, jadi sholeh nih," atau "orang kayak kamu kajian? waw," ooooorrr, "jangan belajar itu, nanti malah begini, begitu. Itu salah tau," dan kata-kata lain yang sejenis. Beneran deh, lidah tidak bertulang tapi bisa lebih tajam dari pisau, bahkan samurai atau bankainya Ichigo Kurosaki.

Pahlawan di Negeri ini sebetulnya banyak, tapi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan saat Sang Pahlawan lewat justru sedikit. Kita ini perlu apresiasi, dukungan, dan semangat. Bukan hanya dalam, "Semangatt yaa", ppfffttt. Ya at least itu sudah menyemangati sih. Tapi betul, orang yang mau mengapresiasi itu sedikit. Terlalu banyak yang mau jadi Pahlawan. Terlalu narsis, ya? Iya.

Dan sebenarnya sang penonton pinggir jalan yang bertepuk tangan itu juga pahlawan. Pahlawan untuk Sang Pahlawan yang merasa kurang apresiasi. Akhirnya kembali pada diri sendiri, bukan?
Tidak banyak yang tahu tentang perjuanganmu, tidak banyak yang mengerti tentang perjalananmu dan upayamu untuk melaluinya selama ini.

Jangan khawatir, sebab itu sama sekali tidak mengurangi nilai dirimu, sama sekali tidak membuat perjuanganmu sia-sia.
Teruslah berjuang sebab orang lain tidak akan pernah sanggup benar-benar mengerti tentang apa yang sedang kamu jalani dan perjuangkan.
~ Kurniawan Gunadi
Waktu sedang iseng buka timeline tidak sengaja seorang teman lintas jurusan memposting kata-kata Mas Kurniawan Gunadi di atas. Wajar saja, di saat-saat mepet-kebelet-pengen-banget-lulus ini pasti mahasiswa tingkat akhir merasa nano-nano; bahagia, sedih dan gelisah. Termasuk aku. Bahagia lihat temannya lulus. Sedih lihat diri sendiri yang script TAnya belum jadi-jadi. Gelisah takut merasa tertinggal (atau ditinggal?). Jujur saja, kadang rasa penyesalan itu ada. Dan selalu datang terakhir. Kenapa tidak mulai dari dulu. Kenapa ngerjainnya lama banget. Kenapa banyak distraksi. Kenapa kenapa kenapa dan kenapa...

Kadang suka merasa agak gimana ketika ditanya, "lha kenapa nggak juli aja?" Karenaaaa.. jurusanku beda dengan jurusanmu, yang harus ada 2 kali seminar dan 2 kali sidang. yang harus selesai pengerjaan TA (olah data dan penulisan) itu 2 bulan sebelum tanggal wisuda. Jadi misalnya aku mau lulus Juli, maka draft TAku harus sudah jadi di bulan Mei. Jika lebih dari itu, maka selamat menunggu sampai Oktober. Itu baru salah satu jawaban diplomatis yang otomatis terucap sewaktu ditanya seperti itu.

Selain itu untuk si aku ini, banyak sekali rintangan suka duka perjalanan romantika perjuangan, seperti yang ada dalam Mars SMAN 8 Bandung. Tidak banyak yang mengetahui dan tidak perlu diketahui juga sih sebenarnya, kenapa si aku ini tidak lulus Juli. Terlalu banyak mengutamakan hal lain daripada kepentingan diri sendiri ternyata bisa berdampak negatif juga kalau dilihat dari sudut pandang kebelet lulus. Yang kemudian jadi berpikir lagi, "ah, mungkin ini cuma excuse kamu doang." Bisa jadi juga sih... Tapi, yah we dont face the same thing. Jadi kadang suka diem aja dan mbatin "da kamu mah nggak tau.."

Ada juga yang nanya, "emang TA kamu susah, ya?" Kalau dibilang susah itu relatif sih. 
Atau, "harus banget pake script gitu, ya?" IYA. IYA BANGET. Gimana kamu mau baca data spasial dalam bentuk grid; cari rata-rata, maximum, stdev dari tiap grid buat durasi 3,6,12,18,24,36,48 jam, terus diplot secara spasial pake excel coba? kalau ada yang tau, then tell me how.
Kalau yang belum tahu, nanyanya begini, "Emang mete TAnya kayak gimana, dew?" Ngitung hujan jawabku. TAku memang ngitung hujan sih.. tapi banyak juga topik-topik lain yang sebenernya bisa sangat membantu proyek para engineer. Cuma engineer sama anak mete belum kenalan.
Daaaan pertanyaan-pertanyaan lain yang akhirnya terjawab dengan, "Doakan aja ya semoga menyusul.."

Sekarang kalau jalan-jalan ke kampus (re:ngerjain TA) selempang berakhiran S.T atau S.Si sudah bertebaran dimana-mana yang membuat si aku ini jadi hmm gimana ya sedih iya tapi ngerasa tersemangati juga iya. Apalagi dengan adanya media sosial bernama Instagram, kalau pencet explore itu wah yang keluar S.T sama S.Si semua jadi bikin pengen uninstall IG wq. Sampai pada minggu ini mentalku mulai drop haha tapi cuma mendem dan nulis di blog (padahal kerjaan banyak). Pengen nangis karena ngerasa khawatir dan gelisah, aku bisa ngejar nggak ya.. ya Allah pengen kayak gitu juga.. sampai akhirnya pada isakan "Ya Rabbi, aku takut.." apalagi waktu ketemu mamah sama bapak itu rasanya pengen meluk mohon doa gitu bahwa anaknya lagi ngedown tapi gak berani cerita karena tau beban mamah sama bapak juga banyak. yang akhirnya mikir, mamah sama bapak aja berjuang, masa kamu nggak. But really, aku nggak merasa lebih baik.

Satu hal yang aku yakini, bahwa Allah sudah menciptakan segala sesuatu itu sebaik-baiknya. Sebaik-baiknya fisik, sebaik-baiknya umur, sebaik-baiknya rezeki, sebaik-baiknya jodoh, itu sudah Allah persiapkan dengan cermat dan baik. Yakinlah bahwa janji Allah selalu benar. Mungkin kamu belum diluluskan sekarang itu supaya nanti setelah lulus (pada waktunya yang sudah Allah siapkan itu) kamu bisa langsung nerima rezeki lain tanpa harus menunggu terlebih dulu. Mungkin Allah pengen kita jadi makhluk kuat. Makanya lulusnya dilamain, supaya kuat dan masuk kualifikasinya Allah. Aamiin, in syaa Allah..

Juga tidak perlu merasa sendiri. Meskipun yang menemani akan pergi mengejar mimpi sendiri, akan banyak orang baru yang menyertai. Selain itu, bukankah Allah itu dekat?

Maka dari itu, kenapa harus khawatir? Padahal hadiah terbaik sedang dipersiapkan. 
How can we feel despair when Allah never fail in His promise?

Allah say,
"I respond to the invocation of the supplicant when he calls upon Me. So let them respond to me by obedience and believe in Me that they may be rightly guided."
- 2:186

Previous PostPostingan Lama Beranda